Selasa, 14 Juni 2011

Mengapa Calon Komisioner KPK Sepi Peminat?

Promosi melalui media massa, baliho berisi pengumuman di ruang-ruang publik nyatanya tak mampu merangsang para pendaftar calon komisioner KPK. Sejak diumumkan ke publik akhir Mei lalu, hingga kini baru terkumpul 40 pendaftar.
Menurut anggota Panitia Seleksi KPK Imam B Prasodjo, kemungkinan sepinya peminat calon komisioner disebabkan keengganan calon komisioner KPK saat menghadapi uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR. "Mereka (calon komisioner KPK) tak mau dihujat habis-habisan di sana (DPR)," ujarnya dalam diskusi dengan Dewan Pers di Kantor Dewan Pers, Jakarta, Senin (13/6/2011).
Anggota Pansel KPK Saldi Isra mengaku dirinya juga melakukan serangkaian komunikasi dengan sejumlah tokoh untuk merayu agar mendaftar menjadi calon komisinoer KPK. Sejumlah nama disebutkan oleh guru besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Padang ini.
Seperti Fadjroel Falaakh (akademisi UGM), Amin Sunaryadi (bekas komisioner KPK), Bambang Widjojanto (bekas calon pimpinan KPK), Aswanto (Dekan FH Universitas Hasanuddin Makassar), Marwan Mas (Direktur Pasca Sarjana Universitas Proklamasi 1945), serta Miko Kamal (advokat). "Mereka menjawab wait and see," ujar Saldi.
Jika merujuk jumlah pendaftar pada calon pimpinan KPK pada 2010 lalu, hingga masa pendaftaran ditutup berjumlah 285 pendaftar yang melengkapi seluruh dokumen. Terdiri dari 81 advokat (28,42 persen), 63 pegawai negeri sipil dan pensiunan (22,11 persen), 23 TNI/Polri dan purnawirawan (8,07 persen), 82 orang dari swasta (28,77 persen), 24 orang akademisi (8,42 persen), 9 jaksa dan pensiunan (3,16 persen), dan 3 hakim dan pensiunan (1,05 persen).
Sementara anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo menampik anggapan jika keengganan pendaftar menjadi calon komisioner KPK karena ulah DPR. Menurut dia, bagi orang yang memiliki idealisme dapat dipahami jika enggan mendaftar menjadi komisioner KPK.
 "Karena pertaruhannya adalah integritas mereka. Tantangan terberat menjadi komisioner di KPK adalah saat mendapat intervensi kekuasaan," katanya kepada INILAH.COM di gedung DPR, Jakarta, Senin (13/6/2011).
Lebih lanjut Bambang menyebutkan sebenarnya Pansel KPK tidak diperlukan lagi karena cenderung hanya membuang anggaran negara saja. Apalagi, sambung politikus Partai Golkar ini beberapa anggotanya memiliki konflik kepentingan.
"Misalnya Erry Riyana Hardjapamengkas. Dia adalah pendukung bailout century. Kasus yang kini menggantung di KPK," katanya. Dia menyarankan nama-nama yang lolos pada seleksi lalu yang diajukan ke DPR seperti Bambang Widjojanto dan Busyro Muqoddas bisa diajukan kembali ke DPR.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar